Hari Pertama di Jakarta: Melarikan Diri dari Kehidupan Lama
Nama saya Sean Harrison, saya berumur 45 tahun dan baru saja tiba di Jakarta, Indonesia. Saya memutuskan untuk menulis blog ini sebagai cara untuk menyembuhkan luka hati saya. Mungkin dengan menulis, saya bisa menemukan kedamaian yang hilang.
Hidup saya berubah drastis dalam waktu yang sangat singkat. Selama 20 tahun, saya bekerja di kantor korporat di Amsterdam, merangkai rutinitas yang sama setiap harinya. Namun, satu minggu yang lalu, dunia saya hancur. Saya dipecat dari pekerjaan yang sudah saya geluti selama dua dekade. Seperti tidak cukup, dua hari kemudian, istri saya meninggalkan saya untuk pria lain. Tidak ada kata yang bisa menggambarkan kehampaan yang saya rasakan saat itu.
Dalam kondisi bingung dan terpuruk, saya membeli tiket satu arah ke Jakarta. Kenapa Jakarta? Karena itu adalah penerbangan jarak jauh termurah yang bisa saya temukan. Dengan hati yang berat, saya melepaskan segala keterikatan saya di Amsterdam dan terbang ke tempat yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya.
Mendarat di Jakarta adalah pengalaman luar biasa. Panas dan kelembapan menyambut saya dengan sengatan yang luar biasa. Bau khas kretek menggelitik indra penciuman saya. Orang-orang di sini tampak begitu ramah, tetapi saya bingung dengan bahasa mereka. “Apa kabar?” mereka bertanya. Saya berusaha menjawab dengan senyuman.
Kenekatan ini adalah percobaan untuk menemukan makna baru dalam hidup saya. Tapi saya akui, saya merasa sedikit gentar. Jakarta, dengan lalu lintas yang tak pernah berhenti dan hiruk-pikuknya, berbeda jauh dari tempat asal saya. Saya menghadapi guncangan budaya di setiap sudut yang saya lalui.
Meskipun saya sedang berada di titik terendah, ada sedikit harapan dalam diri saya yang menanti untuk menemukan kebahagiaan di sini. Saya hanya bisa berharap bahwa perjalanan ini, sejauh manapun membawa saya, akan memberikan pelajaran dan kebijaksanaan baru bagi diri saya.